KONVERSI PERKEBUNAN KARET KE PERKEBUNAN SAWIT DESA AIR LELANGI KECAMATAN ULOK KUPAI KABUPATEN BENGKULU UTARA
ABSTRACT
Semakin meningkatnya jumlah penduduk berarti jumlah kebutuhan menjadi lebih besar, salah satunya kebutuhan pada lahan. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian dalam bidang pertanian, maka semakin sempitlah lahan garapan karena telah dikonversi menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif dan ketersediaannya yang terbatas.
Kesuksesan pembangunan pertanian ditentukan oleh keberhasilan perilaku petani dalam mengelola, merencanakan, melaksanakan usahatani yang ditekuninya. Harapan yang tertumpu pada sektor pertanian diharapkan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi pertanian, peningkatan pendapatan pertanian sekaligus peningkatan devisa negara.
PENDAHULUAN
Beberapa lahan pertanian belakangan memang banyak yang sudah diubah fungsinya, dari pertanian ke non-pertanian.Penggunaan lahan secara umum dapat dikelompokan menjadi dua yaitu penggunaan lahan pertanian dan non pertanian.Dari penggunaan lahan pertanian, banyak komoditi pertanian menjadi ekspor Indonesia, tetapi yang paling menonjol adalah komoditi dari sub sektor perkebunan (Daud, 2017).
Manfaat dan kegunaan lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi dalam memenuhi kebutuhan manusia. Dari sisi ekonomi, lahan merupakan input yang utama dari berbagai kegiatan produksi komoditas pertanaian dan non-pertanian. Perkembangan kebutuhan lahan untuk setiap jenis kebutuhan akan ditentukan oleh perkembangan jumlah permintaan setiap komoditi (Utari,2016).
METODE PENELITIAN
Dalam penulisan artikel ini disusun dengan kata-kata dari penulis itu sendiri yang berdasarkan pendapat orang-orang yang ada disekitar desa Air Lelangi Kecamatan Ulok Kupai Kabupaten Bengkulu Utara.Penulisan artikel ini juga langsung dibuat berdasarkan fakta dan dokumentasi yang dilakukan langsung oleh penulis.
HASIL
Pembangunan pertanian adalah suatu proses yang ditunjukan untuk selalu menambah produksi pertanian tiap-tiap konsumen yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktifitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill. Dalam penelitian masyarakat diperoleh hasil dari konversi pertanian yang mencakup dua aspek yaitu:
1. Aspek Sosial
Aspek sosial terdiri dari tingkat pendidikan khususnya para petani masih rendah yaitu tamatan SD, SMP dan SLTA sehingga ilmu pengetahuan sumber daya manusia berkurang. Pengalaman petani rata-rata sudah cukup lama sehingga tidak diragukan lagi soal menanam atau memelihara perkebunan. Partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tanipun masih aktif.
2. Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi mencakup sewa lahan, yaitu setiap petani memiliki lahan bervariatif ada yang dibawah satu hektar dan ada yang memiliki lahan diatas satu hektar dan hasil yang diperolehpun masih berfariasi. Harga karet yang awalnya mencapai 14.000/kg namun selama kurun waktu harga semakin merosot dan anjlok, itu lah yang menjadi alasan petani mengubah tanaman karet menjadi perkebunan sawit.
Fenomena konversi lahan dari tanaman karet menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat menjadi ancama ketahanan pangan. Buruknya kondisi sosial ekonomi memicu petani melakukan konversi atau bahkan menjual lahan mereka karena tidak mendapat keuntungan ekonomis dari lahan tersebut. Dari hasil penelitian juga terdapat faktor yang mempengaruhi konversi lahan antara lain :
1. Faktor Modal
Dalam pertanian sederhana peran modal yang diperlukan kecil, semakin maju pertanian yang dikembangkan maka semakin besar modal yang diperlukan.Oleh sebab itu, para petani lebih melakukan konversi lahan dari tanaman karet ke tanaman kelapa sawit karena modal yang di keluarkan petani lebih sedikit dari pada modal untuk tanaman karet.
2. Faktor Pendapatan
Dalam melakukan kegiatan pertanian, petani berharap bisa meningkatkan pendapatannya agar kebutuhan sehari-hari mampu terpenuhi.Harga dan produktivitas dari komoditi yang digelutilah yang menjadi faktor ketidakpastian dalam pendapatan petani, sehingga para petani melakukan konversi lahan.
3. Faktor Harga Kelapa Sawit
Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani memang tak mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Akan tetapi harga kelapa sawit terbilang mampu menjaga keseimbangan, sehingga jika mengalami penurunan pun harganya tidak seanjlok harga karet. Bahkan harga kelapa sawit terkini masih terpantau stabil, yaitu di kisaran harga Rp. 1.385 per kilogram. Hal inilah yang mendorong para petani karet rakyat untuk berpaling ke komoditi kelapa sawit.
4. Faktor Produksi Kelapa Sawit
Faktor tersebut secara tidak langsung memang belakangan menjadi penyebab terjadinya konversi lahan. Produksi karet rakyat yang kian menyusut tiap tahunnya. Masa produktif tanaman karet hanya sekitar 8 sampai 10 tahun saja, sedangkan kelapa sawit dapat mencapai hingga 20 sampai 25 tahun masa produktif. Dari sini bisa di simpulkan bahwa para petani sejatinya membutuhkan sumber penghasilan yang bersifat jangka waktu panjang guna mencukupi dan menjamin segala kebutuhan, terutama dari komoditi pertanian.
KESIMPULAN
faktor para petani mengkonversi lahan dari tanaman karet rakyat menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat. Dimana untuk mengetahui faktor-faktor tersebut dapat di ukur dengan empat variabel yaitu 1. Faktor Modal 2. Faktor Pendapatan 3. Faktor Harga dan 4. Faktor Produksi. Sedangkan hasil yang kedua didapatkan dari daerah penelitian bahwa keputusan petani mengalih fungsikan lahannya karena kebutuhan seperti fasilitas umum dan infrastruktur semakin meningkat baik dari kebutuhan maupun penggunaanya.Hal ini diperoleh menggunakan pertanyaan kepada petani dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Tamiang dengan menggukan analisis data deskriptif dan analisis tren.
Komentar
Posting Komentar