PEMBANGUNAN PERTANIAN DARI LAHAN SAWAH MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT
MAKALAH
PEMBANGUNAN PERTANIAN DARI LAHAN SAWAH MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT
DISUSUN OLEH :
NAMA : ERWIN MANDALA PUTRA
NPM : E1D019095
KELAS : B
DOSEN : Dr.Reflis.,SP.M.Si
PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang “Pembangunan pertanian kelapa sawit yang ada didesa” Didesa nanjungan kec,Pino raya kab, Bengkulu selatan. Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah pembangunan pertanian dan pedesaan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada
1.Dr.Reflis,SP.M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan tugas yang diberikan.Pada makalah ini akan dibahas mengenai pembangunan pertanian kelapa sawit yang ada di desa nanjungan, kabupaten Bengkulu Selatan. Makalah iniberisi paparan peran masyarakat dalam membangun pertanian yang ada di desa.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................................
1 kesimpulan .........................................................................................................................
2 saran ..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................
LAMPIRAN ......................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan utama pembangunan pertanian di Indonesia adalah a) semakin berkurangnya lahan-lahan pertanian produktif terutama lahan sawah karena dikonversi menjadi lahan pertanian non sawah dan non pertanian, b) penurunan kualitas sumberdaya lahan akibat pengelolaan yang kurang baik, dan kompetisi penggunaan dan fragmentasi lahan. Kompetisi penggunaan lahan terkait dengan pemenuhan kebutuhan akan sarana dan prasarana, serta bahan bakar sedangkan fragmentasi lahan terjadi karena kondisi sosial ekonomi petani, kemiskinan akan memaksa petani melepas sebagian kepemilikan lahannya dan adanya sistem pewarisan yang berdampak pada skala kepemilikan lahan sawah yang semakin kecil (Hidayat 2009).
Berkaitan dengan aspek ketersediaan bahan pangan, kelangsungan proses produksi pangan dengan pelaku utama petani, memerlukan ketersediaan lahan secara berkelanjutan dalam jumlah dan mutu yang memadai. Lahan pertanian selain sebagai faktor kunci dalam sistem produksi pangan, juga memiliki sifat yang unik karena fungsinya yang tidak dapat tergantikan oleh sumberdaya. Oleh karenanya ketersediaan lahan pertanian yang berkelanjutan merupakan hal yang sangat mendasar untuk menciptakan ketahanan pangan nasional yang lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Luas lahan sawah di Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2010 mencapai 23.936 ha, selanjutnya pada tahun 2011 turun menjadi 21.002 hektar atau terjadi penurunan seluas 2.934 hektar.
Pada tahun 2012 kembali terjadi penurunan seluas 927 hektar, perubahan luas lahan sawah ini sebagian besar akibat dikonversi menjadi lahan perkebunan karet dan kelapa sawit serta penggunaan non pertanian. Kondisi ini terlihat dari perkembangan luas tanam komoditas kelapa sawit, dalam kurun waktu lima tahun (2010 – 2015) rata-rata meningkat sebesar 3.422,50 hektar/ tahun. Keputusan menanam kelapa sawit yang ditempuh dengan jalan mengkonversi lahan sawah merupakan suatu keputusan revolusioner yang ditempuh petani.
Usahatani ini bukannya tanpa resiko, sebagai bidang usaha baru kesalahan dalam pengelolaan seperti pemilihan bibit, teknologi budidaya bukannya memberikan keuntungan lebih tinggi tapi tidak menghasilkan apa-apa karena tanaman kelapa sawit mereka produktivitasnya rendah bahkan tidak berproduksi sama sekali. Namun dengan pengalaman yang cukup lama dalam usahatani padi dengan berbagai kendala yang dihadapi, mungkin resiko yang dihadapi lebih rendah pada usahatani kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan menganalisa fenomena konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit yang terjadi di Kecamatan Kedurang Kabupaten Bengkulu Selatan secara ekonomi, sehingga diperoleh nilai manfaat (land rent) yang optimal dari pengelolaan komoditas pada lahan tersebut.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana membangun pertanian di pedesaan ?
2. Bagainmana menbangun pertanian sejatra ?
1.3 Tujuanan
1) Mengestimasi perkembangan laju konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Selatan.
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani mengkonversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis laju konversi lahan sawah
Perubahan penggunaan lahan dari fungsi awalnya menjadi fungsi baru dapat dikatakan sebagai bentuk konversi lahan. Demikian juga halnya dengan lahan sawah, konversi berpengaruh negatif bagi lahan sawah jika terjadi penurunan luas lahan dan sebaliknya berpengaruh positif jika terjadi penambahan luas lahan sawah. Pencetakan sawah baru merupakan konversi yang berdampak positif terhadap luas lahan sawah dan konversi lahan sawah ke penggunaan selain sawah berdampak negatif terhadap luas lahan sawah dalam arti terjadi penurunan luas lahan.
Pola perubahan fungsi lahan sawah yang umumnya dilakukan oleh petani pemilik adalah dengan membiarkan lahannya terlantar dan menjadi semak belukar. Selain itu, juga terdapat pola perubahan fungsi lahan sawah secara langsung. Beberapa alasan dijadikan penyebab penelantaran lahan sawah ini, seperti air irigasi yang kurang, produktivitas lahan yang rendah, tenaga kerja keluarga kurang. Kondisi ini memberikan pembenaran kepada pemilik lahan untuk melakukan konversi, menurut mereka lebih baik lahan yang ada ditanami kelapa sawit daripada tidak dimanfaatkan.
Usaha tani Padi Sawah Musim tanam padi di Kecamatan Bengkulu Selatan Selatan dimulai bulan Oktober sampai Januari, musim tanam periode ini dinamakan “musim besar”. Musim tanam berikutnya dimulai bulan Februari sampai Mei dan Juni sampai September yang dikenal dengan “musim kecil”. Pola umum usahatani padi sawah dilakukan adalah Padi-Padi terdiri dari Musim Tanam I dan II (MT I dan MT II) dan Padi- Padipalawija, terdiri dari MT I dan MTII serta MT III untuk palawija. Pola Tanam I diterapkan oleh 69,77% petani responden dengan rata-rata luas lahan 0,69 hektar, sisanya 30,23% melakukan Pola Tanam II dengan luas pengelolaan sawah 0,57 hektar.
B. Analisis land rent
Terbentuknya perkebunan kelapa sawit rakyat dari proses konversi lahan sawah merupakan keputusan yang revolusioner yang dipilih petani. Kondisi ini didorong oleh pengelolaan usahatani padi yang cenderung semakin sulit dan keuntungan yang semakin rendah. Belajar dari pengelaman petani lainnya yang memiliki kebun kelapa sawit, dimana tanaman kelapa sawit pengelolaannya lebih mudah, proses produksi cepat, dan pemasarannya juga mudah menimbulkan keinginan petani sawah untuk ikut menanam kelapa sawit.
Diperkirakan motif dibalik keputusan petani ini adalah keuntungan dari usahatani kelapa sawit yang lebih tinggi dari padi sawah, sehingga untuk dapat mengendalikan terjadinya konversi lahan sawah secara lebih luas perlu dilihat lebih dalam tentang pengelolaan usahatani padi sawah dan kelapa sawit, terutama aspek ekonomis dari segi penerimaan, biaya dan nilai rente lahan dari pengelolaan kedua komoditas tersebut.
Usahatani Kelapa Sawit Berdasarkan hasil survey dan informasi dari tokoh masyarakat, konversi lahan sawah banyak terjadi pada tahun 2006, hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana rata-rata pengalaman usahatani sekitar 4,87 tahun. Tahapan pembangunan kelapa sawit secara garis besar terbagi dalam dua periode, yaitu berdasarkan fase pertumbuhan tanaman, yaitu fase vegetatif atau tanaman belum menghasilkan (TBM) dan fase generatif atau tanaman menghasilkan (TM).
Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan ditujukan untuk menyiapkan tanaman agar mampu memberikan produksi yang tinggi, sedangkan tanaman menghasilkan pengelolaan tanaman terutama pada perawatan dan pengaturan penggunaan input produksi seperti pupuk dan pestisida. Fase vegetatif dilahan mulai setelah bibit ditanam sampai tanaman berumur 2,5 – 3 tahun. Rata-rata umur tanaman kelapa sawit 3,78 tahun terdiri dari 23 petani (53,49%) yang memiliki tanaman menghasilkan dengan kisaran umur tanaman 3 – 9 tahun dan 20 petani (46,51%) memiliki tanaman belum menghasilkan dengan umur tanaman 1 tahun sebanyak 13,95% dan umur dua tahun 32,56%. kecil dengan berat TBS sekitar 1,5 kg sampai 3 kg, sedangkan TBS dari tanaman berumur lebih dari enam tahun dikategorikan buah super dan dibeli dengan harga tertinggi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Laju konversi lahan sawah terluas di Kabupaten Bengkulu Selatan berlangsung pada tahun 2010 sampai 2015 mencapai 4.022 hektar.
2.Faktor pendorong konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit adalah kendala irigasi, Resiko usahatani padi sawah, dan jumlah tenaga kerja keluarg.
SARAN
1. Untuk pemerintah daerah Bengkulu selatan, dalam konteks ekspansi sawit terhadap pertanian tanaman pangan, harus dilakukan pembatasan alih fungsi lahan secara represif. Selain itu upaya pencegahan harus dilakukan dengan membuat kebijakan penetapan harga gabah. Hal ini penting untuk menghindari alih fungsi secara total dan berakibat pada lemahnya ketahanan pangan.
2. Untuk para pelaku bisnis kelapa sawit di level bawah, seperti agen dan petani, agar tetap menjaga keseimbangan arus kas (kas rumah tangga bagi petani) dan tidak berpikir bahwa jangkauan bisnis yang meluas seiring dengan pertambahan pendapatan. Ini menjadi penting dalam hal fluktuasi harga sawit. Sehingga apra agen tidak terlalu bernafsu untuk memperluas jangkauan usahanya tapi justru merugi, atau petani yang bernafsu memperluas kebunkebunnya tapi karena gejolak harga dan biaya operasional yang tinggi, justru merugi
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. 2009. Sumberdaya Lahan Indonesia: Potensi, Permasalahan, dan Strategi Pemanfaatan. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 3 No. 2: 107-117. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Zamhari, A., Utama, S. P., & Mersyah, R. (2019). Ekonomi konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit di Kecamatan Kedurang Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu. Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 8(1), 1-8.
Syahza, A. (2011). Percepatan ekonomi pedesaan melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Badan Pusat Statistik. 2009. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
LAMPIRAN
Komentar
Posting Komentar